Hari-hari belakangan adalah hari yang tak biasa bagi penduduk Yatsrib. Sedari pagi mereka telah keluar dari rumah dan berbondong-bondong berkumpul untuk menyambut kedatangan seorang Rasul Allah yang sangat dinantinya, tiada lain ialah Muhammad bin Abdullah shalallahu alaihi wa sallam. Mereka yang kebanyakannya belum pernah bertemu langsung dengan beliau, belum pernah melihat senyum beliau, menyentuh telapak tangan beliau, tapi bukan penghalang bagi tumbuhnya rasa iman, cinta, dan rindu di hati mereka.
Rasa cinta bercampur penasaran seperti apa sosok utusan Allah itu yang beritanya telah menyebar ke seluruh pelosok Yatsrib, menjadikan mereka begitu antusias menanti. Menaiki bukit dan bebatuan untuk melihat lebih jauh lagi, sambil terus rasa itu seakan ingin mendobrak dan menghancurkan relung-relung dada mereka. Hingga terik meninggi mereka terpaksa kembali memasuki bilik-bilik rumah karena tak tahan sengatannya. Hari berganti hari, masih tak dilihatnya dari arah kejauhan bayangan di hamparan pasir. Kekasih belum juga datang hari itu, mungkin esok.
Hari itu, hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke-14 kenabian yang kelak ditetapkan sebagai tahun pertama hijriah, ketika hari beranjak siang, seorang lelaki Yahudi berteriak lantang, “Wahai orang-orang Arab, inilah orang yang tengah kalian tunggu-tunggu”. Serentak kaum Muslimin membuka pintu rumahnya, berhamburan keluar tak hirau akan panasnya siang. Hari itu Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam memasuki Quba yang kira-kira berjarak 5 km dari Yatsrib dan bermukim di dalamnya selama 4 hari. Tinggal sepenggal lagi tiba di Darul Hijrah.