Dalam pandangan Henri Lafebvre, praktik sosial merupakan praktik spasial dalam arti praktik sosial disadari atau tidak merupakan aktivitas produksi ruang. Mudahnya begini, hadirnya ruang SPBU secara fisik merupakan konsekuensi dari praktik sosial untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat. Praktik sosial untuk memenuhi kebutuhan BBM didahului atas kesadaran terhadap ruang dan kebutuhan ruang untuk dilangsungkannya praktik sosial yang dinamakan dengan ruang Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). Dari kesadaran tersebut terbentuk konsepsi ruang SPBU, sehingga dapat dipahami kehadiran ruang SPBU didahului kesadaran dan konsepsi ruang sebagai tuntutan dari praktik sosial.
Di ruang SPBU, praktik sosial antara masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan BBM dengan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab memenuhi kebutuhan BBM tidak terjadi secara langsung tatap muka karena pemerintah mewakilkan kehadirannya kepada pengelola ruang SPBU dengan seperangkat legitimasi seperti seragam dan logo Pertamina, sehingga praktik sosial yang berlangsung di ruang SPBU tidak dapat diartikan antara masyarakat dengan pengelola SPBU sebab simbol-simbol yang dikenakan dan ditampakkan.
Ketika melangsungkan praktik sosial dalam sebuah ruang, berawal dari mempersepsi ruang kemudian manusia memaknai ruang; menanamkan makna dalam ruang yang menjadikan ruang tidak lagi netral dan tidak lagi kosong. Ruang berisi oleh makna. Yang awalnya ruang SPBU merupakan ruang fisik-konkret menjadi ruang-persepsi kemudian ruang-makna dan terabstraksi menjadi ruang-simbolik.
Berlangsungnya praktik sosial di mana masyarakat terpenuhi kebutuhannya akan BBM dan pemerintah dapat menyediakan BBM dengan pelayanan yang disetujui oleh masyarakat –termasuk menyoal harga dan kelancaran distribusi- maka dari perspektif masyarakat ruang SPBU merupakan simbol pemerintah pelayan masyarakat. Walaupun begitu, kuasa dominan ruang tidak berada di tangan masyarakat atau di tangan pemilik ruang SPBU yang dapat saja dimiliki perseorangan, tapi berada sepenuhnya di tangan pemerintah. Masyarakat tidak mempersoalkan dominasi kuasa ruang SPBU oleh pemerintah selama dapat menjamin keberlangsungan praktik sosial sebagaimana dikehendaki masyarakat, bahkan dominasi kuasa ruang SPBU oleh pemerintah merupakan amanah dari masyarakat melalui UUD sekaligus menjadi pondasi struktur ruang-simbolik SPBU yang dikonstruksi masyarakat.