Belakangan ini tradisi semakin sering dibincangkan seiring isu-isu terkait dengannya diangkat dan menarik perhatian banyak kalangan. Dalam perbincangan mengenai tradisi, paling tidak secara teoritik ilmu budaya terdapat dua kalangan yang mengambil posisi berseberangan, yaitu pihak pengusung tradisi dan pihak penentang tradisi. Sebenarnya yang dimaksud penentang tradisi secara harfiah, yaitu pihak yang mengambil sikap keluar dari tradisi dan menegaskan posisinya berada di luar tradisi hanya berada dalam ranah pemikiran saja. Sementara dalam realitas keseharian kita dapati pihak penentang tradisi mengambil sikap keluar dari wilayah suatu tradisi dan memasuki wilayah tradisi yang lain. Tidak bisa dibayangkan dan tidak ditemukan referensinya dalam realitas seorang manusia atau sekelompok manusia dapat hidup di luar tradisi atau dalam sebuah ruang hampa tradisi.
Bagi pihak pengusung, tradisi memiliki peran yang sangat sentral berkaitan dengan identitas masyarakat dan perekat anggota masyarakatnya. Bisa dipahami jika segala bentuk penentangan terhadap tradisi tidak saja dianggap ancaman terhadap tradisi, tapi juga ancaman bagi seluruh masyarakat pengusungnya. Sementara bagi pihak yang berseberangan, tradisi yang tentu saja memiliki hubungan erat dengan masa lalu dianggap tidak lagi relevan dengan semangat zaman kini. Bagi kalangan ini untuk mencapai kondisi masyarakat yang berkemajuan, tradisi mutlak harus ditinggalkan dan digantikan dengan bentuk budaya baharu yang lepas dari nuansa masa lalu. Belum lagi jika perbincangan tradisi dikaitkan dengan Islam secara khusus, kebanyakannya langsung menolak tradisi secara apriori dengan anggapan segala bentuk tradisi adalah bid’ah, bagaikan penyakit dalam agama yang harus segera disingkirkan atas nama pemurnian maupun pembaharuan.