Tiga Pendekatan Toleransi
Realitas kehidupan manusia yang secara faktual terdiri dari beragam komunitas dengan latarbelakang dan identitas berbeda mutlak membutuhkan sikap toleran untuk menciptakan kondisi kehidupan bersama yang harmonis, aman, dan nyaman. Tanpa sikap toleransi, sudah dipastikan antar komunitas akan terlibat dalam konflik yang berujung pada penghancuran dan peniadaan salah satu komunitas oleh komunitas lain, atau paling tidak penundukan suatu komunitas yang berkedudukan sebagai subordinat oleh komunitas lain yang menempati posisi superordinat.
Pada masa tradisional yang oleh Kuntowijoyo diidentikkan dengan gaya hidup agraris, komunitas manusia cenderung bersifat eksklusif yang tersekat ketat berdasarkan identitas agama, ras, etnis, maupun suku bangsa, sehingga tertutup secara psikologis, sosial, maupun kultural dari komunitas lainnya. Toleransi antar komunitas manusia dengan karakter yang terututp direalisasikan melalui mekanisme asimilasi. Dalam buku Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, Kuntowijoyo (2017: 269) mengartikan asimiliasi secara konseptual sebagai ideologi budaya golongan mayoritas yang dipaksakan kepada golongan minoritas agar turut mengenakan identitas dan budaya milik golongan mayoritas sebagai syarat diterimanya kehadiran golongan minoritas dalam lingkungan kehidupan yang sama. Dari penjelasan Kuntowijoyo tadi, toleransi melalui mekanisme asimilasi mengandaikan adanya pihak mayoritas sebagai pemilik ruang kehidupan secara sosial dan kultural, serta adanya pihak minoritas yang tidak memiliki modal sosial maupun kultural untuk hidup dan berkehidupan di dalam ruang yang sama dengan golongan mayoritas. Sehingga dalam mekanisme asimilasi, suatu komunitas manusia menempati posisi sebagai mayoritas maupun minoritas ditentukan berdasarkan jumlah individu yang berbanding lurus dengan kekuataan modal sosial dan kultural yang dimiliki.